2 Monumen Korban 40.000 Jiwa Parepare, Gambaran Pejuang Lawan Westerling
Desa Parepare merupakan salah satu tempat pasukan khusus Belanda pimpinan Raymond Paul Pierre Westerling membunuh orang dan tentara di Sulawesi Selatan (Sulsel) antara bulan Desember 1946 hingga Februari 1947. Terdapat 2 monumen untuk 40.000 orang tewas. di kota ini, khususnya di sekitar Masjid Agung Parepare di kawasan Bacukiki. Tim mengunjungi Kompleks Tugu 40.000 Jiwa dekat Masjid Agung Parepare, Jalan Alwi Abdul Jalil Habibie, Desa Ujung Sabang, Kecamatan Ujung, Kota Parepare pada Minggu, 10 Desember 2023. Saat memasuki kompleks terdapat gapura bertuliskan “Memorial untuk jiwa 40 ribu korban". Di depannya terdapat tugu dengan bagian belakang yang menampilkan rangkuman peristiwa mengerikan pembantaian tentara Barat di Parepare.
Banyak tentara bersenjata terlihat mengelilingi warga. Korban tewas termasuk di antara tentara yang terkepung, beberapa di antaranya diikat. Di kanan dan kiri tugu terdapat gangguan yang menunjukkan perlawanan para pejuang yang menggunakan senjata tradisional bambu. Selain itu, di kedua ujung tugu terdapat relief yang menunjukkan orang-orang bersatu mengibarkan bendera merah putih.
Di atas tugu dipahat patung burung Garuda Pancasila. Di kanan atas adalah sosok pria berpakaian bagus. Di sebelah kiri terdapat patung prajurit bersenjatakan senjata. Di sisi timur monumen terukir nama-nama prajurit yang ditembak Westerling. Sedangkan di ujung selatan terdapat lukisan untaian kata yang merupakan penggalan puisi Chairil Anwar berjudul Karawang Bekasi. Merujuk pada situs resmi Perpustakaan Kota Parepare, pameran ini dibuat pada tahun 1975. Relief yang memperlihatkan perjuangan dan kebrutalan tentara Barat ini dibuat oleh Arsitek Ringin Perancang Galeri Seni. Monumen berpenduduk 40.000 jiwa yang berada di pusat kota Parepare ini dibangun untuk memperingati peristiwa pengeboman yang dilakukan pemerintahan Raymond Pierre Paul Westerling pada hari Minggu 14 Januari 1947. Pengeboman tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa Belanda perlahan-lahan akan kehilangan kendali. . proklamasi kemerdekaan Indonesia. Peringatan 40.000 orang yang meninggal di Bacukiki Parepare
Kota Parepare juga membangun tugu peringatan 40.000 korban di kawasan Bacukiki. Lokasi ini terletak di Jalan Jenderal M Yusuf, Desa Watang Bacukiki, Kecamatan Bacukiki, Kota Parepare. Pengingat ini terlihat sederhana dan mudah diabaikan. Jauh dari pusat kota. Untuk mengunjungi monumen ini, dibutuhkan waktu sekitar 20 menit dari pusat kota Parepare.
Sesampainya mereka di tugu, ada sesuatu yang sangat menyedihkan dari tugu ini. Sampul pintu masuk tugu terlihat terbengkalai dan rusak.
Luas tugu yang dibangun juga lebih kecil dibandingkan luas pusat kota Parepare. Tidak ada relief maupun gambar pahlawan sebagai penghiasnya. Hanya monumen sederhana dan terabaikan yang terbuat dari bambu hitam yang menjadi ciri paling menonjol dari taman megah ini. Bangunan utama tugu ini sangat sederhana. Ini adalah satu-satunya bangunan permanen yang seluruh bangunannya dilapisi ubin putih. Di bagian belakang tugu bambu terdapat ukiran Nama-nama prajurit yang gugur di sana pada tanggal 23 Januari 1947. Total ada 25 korban pembantaian yang terukir di monumen tersebut. Soal pembantaian tentara di Parepare
Kedua tugu peringatan ini menjadi saksi kisah tragis tewasnya para pejuang kemerdekaan yang dibunuh oleh pasukan barat. Bencana inilah yang menjadi alasan Belanda ingin mendirikan koloni di Indonesia bagian timur dan mendapatkan kembali kedaulatannya. Namun, warga Sulawesi Selatan berhasil mencapai target tersebut.
Situasi ini mendorong Kolonel Hendrik J. De Vries, Komandan Markas Besar Timur di Kalimantan (HKGOB), mempersiapkan tindakan tersebut setelah meminta nasihat dari Letnan Jenderal H.H.. Spoor, panglima tentara Belanda di Indonesia.(1)
Westerling kemudian diutus untuk melihat situasi di Sulawesi Selatan. Ia tiba di Makassar pada tanggal 5 Desember 1946 bersama 123 orang.(2) Sesampainya di Sulawesi, ia diberi tugas untuk mengelola Depot Pasukan Khusus atau Depot Speciale Troepen (DST), sebuah kelompok komando dalam struktur KNIL. (3)
Westerling dan pasukannya banyak melakukan pekerjaan di banyak daerah, termasuk Parepare. Pada tanggal 13 Januari 1947, pasukan Westerling yang dipimpin oleh Jan Vermeulen dan Mayor Stufkens memutuskan untuk menimbulkan ketakutan di kalangan warga Parepare. Mereka menekankan bahwa mereka akan mengambil tindakan tegas terhadap segala bentuk hambatan. (1) Serangan pertama yang dilakukan oleh pejuang kemerdekaan terhadap masyarakat Parepare terjadi pada tanggal 14 Januari 1947 yang sasarannya adalah pasar. (4)
Dimana masyarakat Parepare dibunuh
Pengamat kebudayaan Pareparian, Ibrahim menjelaskan, dua monumen dibangun untuk mengenang 40 ribu orang yang gugur di lokasi pembantaian para pejuang kemerdekaan yang dipimpin tentara DST Westerling. Dijelaskannya, lokasi tugu di tengah kota dulunya merupakan terminal bus yang terhubung dengan pasar. “Di tempat tugu sekarang (pusat kota) ada tempat parkir mobil atau terminal bus. Jadi tempatnya luas dan dekat dengan Pasar Senggol yang terkenal dengan Pasar Ujung Sabang,” kata Ibrahim. , Minggu (10/12/2023). Menurut Ibrahim, tentara Belanda memilih tempat tersebut karena merupakan tempat bekerja. Oleh karena itu, ketika dia dibunuh, banyak orang yang akan menyaksikannya. Dijelaskannya, “Itu terminal bus dan terhubung dengan pasar, jadi ramai sekali, jadi ini dianggap rencana yang sangat penting dan sibuk bagi warga untuk melihat bagaimana pembunuhan itu terjadi,” jelasnya.
Ibrahim mengatakan, menurut cerita salah satu anak korban yang gugur, tentara Belanda menculik dan membawa pergi tentara tersebut. Bahkan ada yang diambil pada malam hari dan dikumpulkan pada pagi hari.
Ia menjelaskan, “Mereka diculik pada malam hari dan dikumpulkan pada pagi harinya di tempat parkir lama atau terminal bus sekarang, tempat peringatan 40.000 orang terbunuh hari ini,” jelasnya. Niat Belanda menculik tentara tersebut adalah untuk menimbulkan rasa takut di kalangan masyarakat. Melemparkan tentara ke hadapan warga desa juga merupakan upaya untuk memaksa mereka menyerah dan tidak melawan Belanda. “Mereka ditangkap, ditembak dan diperlihatkan ke masyarakat bahwa tujuannya untuk mendidik agar tidak ada yang berani melawan,” tegasnya.
Begitu pula dengan monumen Bacukiki. Ini juga merupakan tempat dimana tentara barat membunuh para pahlawan.
“Ada dua tempat di Parepare yang 40.000 orang tertembak. Yang pertama ada di depan Masjid Agung dan ada satu lagi di kawasan Bacukiki. Di sana juga ada tugu peringatannya,” imbuhnya. Dijelaskannya, di Monumen 40.000 Orang di Distrik Bacukiki juga banyak korbannya. Mereka ditangkap dan ditembak satu per satu. Dia berkata: “Ada lebih dari 20 orang di Bacukiki, tapi ini adalah orang-orang yang telah tercatat.
48 orang meninggal dan 1 orang selamat
Pada Peringatan 40.000 Korban di pusat kota, nama 24 orang terukir di salah satu sisi dinding peringatan 40.000 korban. Namun hanya 23 orang diantaranya yang dibunuh oleh pasukan Westerling pada 14 Januari 1947, sedangkan satu orang lainnya selamat.
Salah satu tawanan, Siti Hasnah Nu'mang, tidak dibunuh oleh pasukan Barat. Namun tidak ada penjelasan lain mengapa tentara Belanda tidak bisa membunuh Hasnah.
“Satu-satunya yang lolos adalah Siti Hasnah Nu'mang yang diberi ruang untuk melarikan diri atau dibantu untuk melarikan diri sehingga hanya dia yang tidak terbunuh,” jelas Ibrahim. Buronan yang diketahui bernama Ibrahim ini mengaku saat peristiwa itu terjadi, ia diyakini masih anak-anak. Menurut laporan, usianya masih di bawah 30 tahun. “Umurnya masih sekitar 25 atau kurang dari 30 tahun. Masih muda dari laporan dan referensi yang saya dapat,” jelasnya. Daftar korban meninggal di sini tidak hanya berasal dari Parepare, tapi juga dari Sidrap, Sawitto (Pinrang), dan Jawa.
Sejauh ini di Bacukiki, peristiwa yang melibatkan 25 orang telah terekam dan terukir di monumen tersebut. 20 di antaranya dapat diidentifikasi, namun 5 lainnya dinyatakan tidak diketahui.
Peringatan hari 40.000 orang disiksa pada tanggal 11 Desember
Pembantaian Raymond Westerling kini diperingati setiap tanggal 11 Desember sebagai hari 40.000 korban di Sulawesi Selatan. Tanggal ini mengacu pada pemberlakuan Negara Perang atau SOB (Staat van Oorlog en Beleg) di wilayah Sulawesi Selatan yang dikeluarkan Belanda pada tanggal 11 Desember 1946. Tanggal tersebut merupakan tanggal dimana Westerling melakukan “pembersihan” " daripada kekuatan. Celebes dan pasukannya.(5)
Namun peringatan 40.000 korban 11 Desember tersebut berlangsung di Sulawesi Selatan, menurut Pemerintah Kota Makassar, Pemprov Sulsel, dan Pemkot Parepare. Upacara ini dilakukan dengan mengadakan upacara untuk mengenang 40.000 orang di daerah tersebut. Sejauh ini Pemerintah Republik Indonesia belum secara resmi menetapkan peringatan 40.000 korban sebagai hari berkabung nasional.
Desa Parepare merupakan salah satu tempat pasukan khusus Belanda pimpinan Raymond Paul Pierre Westerling membunuh orang dan tentara di Sulawesi Selatan (Sulsel) antara bulan Desember 1946 hingga Februari 1947. Terdapat 2 monumen untuk 40.000 orang tewas. di kota ini, khususnya di sekitar Masjid Agung Parepare di kawasan Bacukiki. Tim mengunjungi Kompleks Tugu 40.000 Jiwa dekat Masjid Agung Parepare, Jalan Alwi Abdul Jalil Habibie, Desa Ujung Sabang, Kecamatan Ujung, Kota Parepare pada Minggu, 10 Desember 2023. Saat memasuki kompleks terdapat gapura bertuliskan “Memorial untuk jiwa 40 ribu korban". Di depannya terdapat tugu dengan bagian belakang yang menampilkan rangkuman peristiwa mengerikan pembantaian tentara Barat di Parepare.
Banyak tentara bersenjata terlihat mengelilingi warga. Korban tewas termasuk di antara tentara yang terkepung, beberapa di antaranya diikat. Di kanan dan kiri tugu terdapat gangguan yang menunjukkan perlawanan para pejuang yang menggunakan senjata tradisional bambu. Selain itu, di kedua ujung tugu terdapat relief yang menunjukkan orang-orang bersatu mengibarkan bendera merah putih.
Di atas tugu dipahat patung burung Garuda Pancasila. Di kanan atas adalah sosok pria berpakaian bagus. Di sebelah kiri terdapat patung prajurit bersenjatakan senjata. Di sisi timur monumen terukir nama-nama prajurit yang ditembak Westerling. Sedangkan di ujung selatan terdapat lukisan untaian kata yang merupakan penggalan puisi Chairil Anwar berjudul Karawang Bekasi. Merujuk pada situs resmi Perpustakaan Kota Parepare, pameran ini dibuat pada tahun 1975. Relief yang memperlihatkan perjuangan dan kebrutalan tentara Barat ini dibuat oleh Arsitek Ringin Perancang Galeri Seni. Monumen berpenduduk 40.000 jiwa yang berada di pusat kota Parepare ini dibangun untuk memperingati peristiwa pengeboman yang dilakukan pemerintahan Raymond Pierre Paul Westerling pada hari Minggu 14 Januari 1947. Pengeboman tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa Belanda perlahan-lahan akan kehilangan kendali. . proklamasi kemerdekaan Indonesia. Peringatan 40.000 orang yang meninggal di Bacukiki Parepare
Kota Parepare juga membangun tugu peringatan 40.000 korban di kawasan Bacukiki. Lokasi ini terletak di Jalan Jenderal M Yusuf, Desa Watang Bacukiki, Kecamatan Bacukiki, Kota Parepare. Pengingat ini terlihat sederhana dan mudah diabaikan. Jauh dari pusat kota. Untuk mengunjungi monumen ini, dibutuhkan waktu sekitar 20 menit dari pusat kota Parepare.
Sesampainya mereka di tugu, ada sesuatu yang sangat menyedihkan dari tugu ini. Sampul pintu masuk tugu terlihat terbengkalai dan rusak.
Luas tugu yang dibangun juga lebih kecil dibandingkan luas pusat kota Parepare. Tidak ada relief maupun gambar pahlawan sebagai penghiasnya. Hanya monumen sederhana dan terabaikan yang terbuat dari bambu hitam yang menjadi ciri paling menonjol dari taman megah ini. Bangunan utama tugu ini sangat sederhana. Ini adalah satu-satunya bangunan permanen yang seluruh bangunannya dilapisi ubin putih. Di bagian belakang tugu bambu terdapat ukiran Nama-nama prajurit yang gugur di sana pada tanggal 23 Januari 1947. Total ada 25 korban pembantaian yang terukir di monumen tersebut. Soal pembantaian tentara di Parepare
Kedua tugu peringatan ini menjadi saksi kisah tragis tewasnya para pejuang kemerdekaan yang dibunuh oleh pasukan barat. Bencana inilah yang menjadi alasan Belanda ingin mendirikan koloni di Indonesia bagian timur dan mendapatkan kembali kedaulatannya. Namun, warga Sulawesi Selatan berhasil mencapai target tersebut.
Situasi ini mendorong Kolonel Hendrik J. De Vries, Komandan Markas Besar Timur di Kalimantan (HKGOB), mempersiapkan tindakan tersebut setelah meminta nasihat dari Letnan Jenderal H.H.. Spoor, panglima tentara Belanda di Indonesia.(1)
Westerling kemudian diutus untuk melihat situasi di Sulawesi Selatan. Ia tiba di Makassar pada tanggal 5 Desember 1946 bersama 123 orang.(2) Sesampainya di Sulawesi, ia diberi tugas untuk mengelola Depot Pasukan Khusus atau Depot Speciale Troepen (DST), sebuah kelompok komando dalam struktur KNIL. (3)
Westerling dan pasukannya banyak melakukan pekerjaan di banyak daerah, termasuk Parepare. Pada tanggal 13 Januari 1947, pasukan Westerling yang dipimpin oleh Jan Vermeulen dan Mayor Stufkens memutuskan untuk menimbulkan ketakutan di kalangan warga Parepare. Mereka menekankan bahwa mereka akan mengambil tindakan tegas terhadap segala bentuk hambatan. (1) Serangan pertama yang dilakukan oleh pejuang kemerdekaan terhadap masyarakat Parepare terjadi pada tanggal 14 Januari 1947 yang sasarannya adalah pasar. (4)
Dimana masyarakat Parepare dibunuh
Pengamat kebudayaan Pareparian, Ibrahim menjelaskan, dua monumen dibangun untuk mengenang 40 ribu orang yang gugur di lokasi pembantaian para pejuang kemerdekaan yang dipimpin tentara DST Westerling. Dijelaskannya, lokasi tugu di tengah kota dulunya merupakan terminal bus yang terhubung dengan pasar. “Di tempat tugu sekarang (pusat kota) ada tempat parkir mobil atau terminal bus. Jadi tempatnya luas dan dekat dengan Pasar Senggol yang terkenal dengan Pasar Ujung Sabang,” kata Ibrahim. , Minggu (10/12/2023). Menurut Ibrahim, tentara Belanda memilih tempat tersebut karena merupakan tempat bekerja. Oleh karena itu, ketika dia dibunuh, banyak orang yang akan menyaksikannya. Dijelaskannya, “Itu terminal bus dan terhubung dengan pasar, jadi ramai sekali, jadi ini dianggap rencana yang sangat penting dan sibuk bagi warga untuk melihat bagaimana pembunuhan itu terjadi,” jelasnya.
Ibrahim mengatakan, menurut cerita salah satu anak korban yang gugur, tentara Belanda menculik dan membawa pergi tentara tersebut. Bahkan ada yang diambil pada malam hari dan dikumpulkan pada pagi hari.
Ia menjelaskan, “Mereka diculik pada malam hari dan dikumpulkan pada pagi harinya di tempat parkir lama atau terminal bus sekarang, tempat peringatan 40.000 orang terbunuh hari ini,” jelasnya. Niat Belanda menculik tentara tersebut adalah untuk menimbulkan rasa takut di kalangan masyarakat. Melemparkan tentara ke hadapan warga desa juga merupakan upaya untuk memaksa mereka menyerah dan tidak melawan Belanda. “Mereka ditangkap, ditembak dan diperlihatkan ke masyarakat bahwa tujuannya untuk mendidik agar tidak ada yang berani melawan,” tegasnya.
Begitu pula dengan monumen Bacukiki. Ini juga merupakan tempat dimana tentara barat membunuh para pahlawan.
“Ada dua tempat di Parepare yang 40.000 orang tertembak. Yang pertama ada di depan Masjid Agung dan ada satu lagi di kawasan Bacukiki. Di sana juga ada tugu peringatannya,” imbuhnya. Dijelaskannya, di Monumen 40.000 Orang di Distrik Bacukiki juga banyak korbannya. Mereka ditangkap dan ditembak satu per satu. Dia berkata: “Ada lebih dari 20 orang di Bacukiki, tapi ini adalah orang-orang yang telah tercatat.
48 orang meninggal dan 1 orang selamat
Pada Peringatan 40.000 Korban di pusat kota, nama 24 orang terukir di salah satu sisi dinding peringatan 40.000 korban. Namun hanya 23 orang diantaranya yang dibunuh oleh pasukan Westerling pada 14 Januari 1947, sedangkan satu orang lainnya selamat.
Salah satu tawanan, Siti Hasnah Nu'mang, tidak dibunuh oleh pasukan Barat. Namun tidak ada penjelasan lain mengapa tentara Belanda tidak bisa membunuh Hasnah.
“Satu-satunya yang lolos adalah Siti Hasnah Nu'mang yang diberi ruang untuk melarikan diri atau dibantu untuk melarikan diri sehingga hanya dia yang tidak terbunuh,” jelas Ibrahim. Buronan yang diketahui bernama Ibrahim ini mengaku saat peristiwa itu terjadi, ia diyakini masih anak-anak. Menurut laporan, usianya masih di bawah 30 tahun. “Umurnya masih sekitar 25 atau kurang dari 30 tahun. Masih muda dari laporan dan referensi yang saya dapat,” jelasnya. Daftar korban meninggal di sini tidak hanya berasal dari Parepare, tapi juga dari Sidrap, Sawitto (Pinrang), dan Jawa.
Sejauh ini di Bacukiki, peristiwa yang melibatkan 25 orang telah terekam dan terukir di monumen tersebut. 20 di antaranya dapat diidentifikasi, namun 5 lainnya dinyatakan tidak diketahui.
Peringatan hari 40.000 orang disiksa pada tanggal 11 Desember
Pembantaian Raymond Westerling kini diperingati setiap tanggal 11 Desember sebagai hari 40.000 korban di Sulawesi Selatan. Tanggal ini mengacu pada pemberlakuan Negara Perang atau SOB (Staat van Oorlog en Beleg) di wilayah Sulawesi Selatan yang dikeluarkan Belanda pada tanggal 11 Desember 1946. Tanggal tersebut merupakan tanggal dimana Westerling melakukan “pembersihan” " daripada kekuatan. Celebes dan pasukannya.(5)
Namun peringatan 40.000 korban 11 Desember tersebut berlangsung di Sulawesi Selatan, menurut Pemerintah Kota Makassar, Pemprov Sulsel, dan Pemkot Parepare. Upacara ini dilakukan dengan mengadakan upacara untuk mengenang 40.000 orang di daerah tersebut. Sejauh ini Pemerintah Republik Indonesia belum secara resmi menetapkan peringatan 40.000 korban sebagai hari berkabung nasional.
No comments: